Sabtu, 09 Oktober 2010

Adat atau Tradisi dalam Beribadah (1)

26/01/2010

Setiap komunitas selalu mempunyai adat dan tradisi khas sesuai dengan peradaban dan falsafah hidup mereka. Adat dan tradisi tersebut lahir sebagai akibat dari dinamika dan interaksi yang berkembang di suatu komunitas lingkungan masyarakat. Oleh karenanya, bisa dikatakan, adat dan tradisi merupakan identitas dan ciri khas suatu komunitas.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adat atau tradisi bermakna kebiasaan perilaku yang dijumpai secara turun-temurun. Karena bermula dari kebiasaan dan itu merupakan warisan dari pendahulu, maka akan terasa sangat ganjil ketika hal itu tidak boleh dilakukan atau dilakukan tapi tidak sesuai dengan kebiasaan yang berlaku.

Allah SWT menciptakan manusia dalam kemajemukan yang terdiri atas suku, bangsa dan tersebar di berbagai tempat. Kemajemukan tersebut melahirkan adat dan tradisi yang sangat beragam. Namun demikian manusia dibekali software yang tidak diberikan kepada makhluk lain, yaitu akal. Dengan akal inilah manusia menjadi makhluk yang sangat terhormat dan diharapkan bisa menjadi khalifah di muka bumi serta mampu menciptakan kreasi-kreasi baru yang membawa kemaslahatan bagi sesama. Dengan kesempurnaan yang dimilikinya, Allah SWT ‘menaruh harapan’ bahwa mereka mampu melakukan yang terbaik di muka bumi. Semua itu sebagai amanah Allah SWT yang harus kita manifestasikan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah Yang Maha Esa.

Masyarakat Indonesia memiliki beragam adat dan tradisi yang berbeda dengan negara-negara lain, bahkan dari satu daerah ke daerah yang lain. Beragamnya agama, bahasa dan budaya adalah keniscayaan dalam konteks keindonsiaan.

Ketika masuk ke Indonesia lewat Walisongo, Islam begitu ramah menyapa umat. Tidak ada tindakan anarkis dan frontal melawan tradisi. Kelihaian Walisongo mengakomodasi budaya setempat ke dalam ajaran-ajaran Islam, menampakkan hasil yang luar biasa. Para masyarakat yang sebelumnya menjadi penganut kuat ajaran dinamisme dan animisme, pelan-pelan berbondong-bondong menghadiri majelis-majelis yang diselenggarakan Walisongo. Mereka hadir bukan karena dipaksa, tapi karena sadar bahwa ajaran Islam sangat simpatik dan ‘patut’ diikuti.

Itu hasil kreasi yang patut diapresiasi. Islam adalah agama yang mampu berakumulasi, bahkan hampir bisa dikatakan tak pernah bermasalah dengan budaya setempat. Bahkan budaya bisa didesain ulang atau dimodifikasi dengan tampilan yang elegan menurut syara’ dan lebih berdayaguna demi meningkatkan kasejahteraan hidup. Dengan demikian, kehadiran Islam di tengah masyarakat, dimanapun dan sampai kapanpun, akan selalu menjadi rahmatan lil alamin.

Islam Mengakomodasi Adat

Adat atau tradisi yang dimaksud di sini adalah adat yang tumbuh dan berkembang disuatu komunitas dab hal itu –secara prinsip- tidak terdapat dalam ritual syariah Islam, baik pada masa Rasulullah SAW.

Adat atau tradisi semacam ini adalah sah-sah saja dan tak masalah. Tentunya dengan catatan, adat atau tradisi tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai luhur Islam, mempunyai tujuan mulia dan disertai niat ibadah karena Allah SWT. Dalam Kaidah fikih dikatakan, “al-Adah Muhakkamah ma lam yukhalif al-Syar'” (Tradisi itu diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan dasar-dasar syariah).

Sahabat Abdullah bin Abbas mengatakan: Setiap sesuatu yang umat Islam menganggap baik, maka menurut Allah baik juga, dan yang mereka anggap buruk, maka buruk juga manurut Allah” (Diriwayatkan Al-Hakim)

Ia juga berpesan: Sesungguhnya Allah melihat hati hambanya, selalu ditemukan hati Muhammad SAW, sebaik-baiknya hati hambanya, lalu memilihnya untuk-Nya, dan mengutusnya. Lalu melihat hati hambanya selain Muhammad, dan ditemukan beberapa hati sahabatnya, lalu menjadikannya menteri bagi nadi-Nya. Setiap suatu yang umat Islam menganggap baik, maka menurut Allah baik juga, dan yang mereka anggap buruk, maka buruk juga menurut Allah” (Diriwayatkan oleh Ahmad)

Dalam Hasiyah as-Sanady disebutkan, “Bahwa sesungguhnya sesuatu yang mubah (tidak ada perintah dan tidak ada larangan) bisa menjadi amal ibadah selama disertai niat baik. Pelakunya mendapatkan imbalan pahala atas amal tersebut sebagaimana pahalanya orang-orang yang beribadah”. (Hasiyah as-Sanady, Jilid 4, hal.368)

Imam Syafi’i memberikan batasan ideal tentang adat atau tradisi ini, menurutnya, selama adat atau tradisi itu tidak bertentangan dengan dasar-dasar syariat, itu hal terpuji. Artinya, agama memperbolehkannya. Sebaliknya, jika adat atau tradisi tersebut bertentangan dengan dasar-dasar syariat, hal itu dilarang dalam Islam.

Menurut Imam Syafi’i yang dinukil oleh Baihaqi dalam kitabnya Manakip As Syafi’i lil Baihaqi: Hal baru (bid’ah) terbagi menjadi 2 (dua) macam. Adakalanya hal baru itu bertentangan dengan Al-Qur'an, as-Sunnah, al-Atsar, atau ijma Ulama. Itulah bid’ah yang tercela. Sedangkan hal baru yang tidak bertentangan dengan dasar-dasar agama tersebut adalah bid’ah yang terpuji. (Fathul Bari, karya Ibn Hajar, jilid 20, hal:330)


H Fadlolan Musyaffa’ Mu’thi, MA
Rais Syuriyah PCNU Mesir

Adat atau Tradisi dalam Beribadah (2)
02/02/2010
Al-Qur’an dan Hadits merupakan rujukan pamungkas bagi syariat Islam. Keduanya mengandung ajaran global yang akan menjawab berbagai problematika umat, di manapun dan sampai kapan pun. Namun demikian, itu bukan berarti tidak menutup kemungkinan ada masalah yang ’tidak ada’ dalam Al-Qur’an dan Hadits. Dalam artian, rujukan dalam Al-Qur’an atau Hadits tidak merinci semua kejadian yang dialami manusia. Hal ini mengingat bahwa fenomena akan terus berlangsung seiring dengan laju zaman, sedangkan nash-nash yang ada terbatas’.

Banyak sekali hal-hal yang sudah dilegimitasi syara’, di antaranya shalat. Nash mana pun akan mengatakan bahwa shalat hukumnya wajib. Hal ini sesuai dengan perintah Allah dalam Al-Qur’an QS. An-Nur : 56: ”Tunaikanlah Shalat!”

Banyak sekali ayat-ayat dan hadits Rasulullah SAW yang menyerukan wajibnya shalat. Ini menunjukkan bahwa shalat adalah bagian terpenting dalam Islam. Bahkan, Allah SWT menegaskan, tidak ada hukuman mati bagi siapapun yang tidak menunaikan bagian dari rukun Islam, baik karena malas atau lainnya, kecuali shalat. Jika seseorang maninggalkannya karena benci akan perintah Allah, atau tidak percaya atas wajibnya shalat, hukumnya murtad.

Setiap muslim berkewajiban manunaikan shalat lima kali dalam sehari semalam. Ketentuan-ketentuanya telah diatur secara gamblang dalam syara.

Rasulullah SAW telah memberikan suri tauladan dalam tata cara shalat ini. Dalam suatu hadits, Rasulullah SAW bersabda : ”Shalatlah sebagaimana kalian mlihat cara shalatku” - H.R Bukhari

Contoh lain adalah hukum mamakan bangkai, Allah SWT juga menegaskan larangan mamakan bangkai, darah dan daging babi. Allah SWT berfirman : ”Diharamkan atas kamu (memakan) bangkai, darah, daging babi, binatang yang disembelih atas nama selain allah SWT, binatang yang mati tercekik, dipukul, jatuh, tertanduk dan mati karena terkaman binatang buas.” QS. Al-Ma’idah: 3.

Itulah contoh perkara yang sudah mendapatkan legimitasi hukum secara jelas. Ketika kita ditanya; Apa hukumnya shalat? Tentu jawabannya adalah wajib. Apa hukum memakan bangkai? Tentunya haram.

Yang menjadi persolaln sekarang; bagaimana dengan hal-hal belum ada ketentuannya, baik perintah atau larangan adalah mubah. Dalam kaidah Fikih disebutkan: ”Asal dari segala sesuatu adalah mubah”

Dalam masalah ini, Allah SWT pun berfirman: ”Dan tidaklah Jibril turun membawa wahyu, kecuali (itu) karena kehendak Tuhanmu. Apa-apa yang ada di hadapan dan belakang kita serta apa yang belum pernah terjadi adalah atas kehandak-Nya. Dan tidaklah Tuhanmu melupakan hal itu”. QS. Maryam: 64

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA: ”Saya bersama Kholid bin wahid sedang menemani Rasulullah berkunjung ke rumah Maemunah. Dihilangkan kepadanya seekor biawak. Rasulullah SAW kemudian penasaran dan memegangnya. Lalu sebagian dari (perempuan) berkata kepada sebagian sahabat untuk memberitahukan kepada Rasulullah SAW, bahwa ini hewan biawak ya Rasulullah SAW, lalu beliau mengangkat tangannya. Lalu saya menanyakan”Apakah (binatang) itu diharamkan wahai Rasulullah?” Rasulullah SAW menjawab, ”Tidak. Tetapi tidak pernah ada di lingkungan kami, maka segala sesuatu yang aku belum menemuinya, kami mentolerir”. Khalid pun kemudian memakannya dan Rasulullah SAW malihatnya” (HR. Bukhari & Muslim)

Tidak semua fenomena-fenomena itu baru tersurat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Namun demikian, Al-Qur’an dan Hadits sudah memberikan pedoman umum berkaitan dengan hal itu, di antaranya ketentuan bahwa sesuatu yang belum mendapatkan legimitasi hukum dari Al-Qur’an dan Al-Hadits hukumnya mubah. Artinya tidak diperintahkan dan tidak dilarang. Hukumnya diserahkan kepada maslahat manusia. Jika hal itu memberikan implikasi positif, maka dianjurkan. Sebaliknya, jika memberikan Implikasi negatif, maka dilarang.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan beberapa kewajiban. Janganlah kalian lalaikan. Allah SWT pun telah menentukan larangan. Jangan kalian terjang. Allah WST pula telah memberikan batasan-batasan atas segala sesuatu. Jangan sampai kalian sebagai rahmat dan keringanan bagi kamu-dan itu bukan lalai-, maka hendaknya kalian jangan mencari-cari hukumnya.” (HR Daruquthni)

Dari Salman RA Berkata, ”Allah SWT telah menghalalkan yang halal dan mangharamkan yang haram. Jadi yang halal hukumnya halal dan yang haram hukumnya haram. Adapun sesuatu yang belum mendapatkan legimitasi hukum, maka (bisa) ditolerir - (HR Baihaqi)

Dalam kesempatan lain Rasulullah SAW bersabda: Dari Salman Al-Farisi ra. “Kami telah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang minyak samin, keju dan kedelai, lalu baliau menjawab: yang halal adalah yang telah dihalalkan Allah di dalam kitab-Nya, yang haram adalah yang telah di haramkan di dalam kitab-Nya, adapun sesuatu yang didiamkan hukumnya dima’fu (ditolerir)”. (HR Baihaqi)

“Sahabat Ali bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimanakah bila datang kepada kami sesuatu yang tidak turun di dalam Al-Qur’an, juga tidak ada dijelaskan dalam Sunah Tuan? Rasulullah SAW menjawab; Musyawarahkan hal itu bersama orang-orang yang ahli ibadah dan orang-orang yang mu’min, jangan engkau memutuskan sesuatu itu hanya dengan akal saja.” (HR. At-Thabrani)

Imam Ghazali juga memberikan sikap yang sangat cantik dalam menyikapi sesuatu tindakan yang belum dikenal pada masa Rasulullah SAW, dengan mengembalikan kapada pendapatnya ulama. Di bawah ini kutipan Ghazali pada atsar:

“Ketika dikatakan kepada Rasulullah SAW, “Apa yang harus kami perbuat manakala ada perintah dan kami menemukan (hukum)nya baik dalam Al;-Qur’an atau Al-Hadis? “Rasulullah SAW menjawab, “bertanyalah kepada orang-orang shaleh yang telah dijadikan sebagai petunjuk di antara mereka”. Dalam riwayat lain, “Ulama dhahir adalah perhiasan bumi dan langit . Sedangkan ulama bathin penghias langit dan alam malakut”. (Ihya’ Ulumuddin, jilid1, hal. 22)

Ibnu Ajibah, dalam tafsirnya al-Bahrul Madid, mengutip atsar yang senada dengan sikapnya imim Ghazali, yaitu bila datang pada kita sesuatu yang belum mendapat legalitas Al-Kitab dan As-Sunnah, maka hendaknya dikembalikan kepada para ulama’ sebagai bahan musyawarah untuk mencari solusi terbaik dan kemaslahatan bagi masyarakat setempat.

“Para sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, Bagaimana kalau terjadi perselisihan pada kami setelah tuan ada dan tidak kami ketemukan di kitab Allah, tidak juga Sunah Rasulullah? Beliau menjawab: “Kembalikanlah permasalahan kepada pendapat orng-orng shaleh dan jangan melanggar pendapatnya.” (Al-Bahrul Madid, Jilid 2, hal. 194).

Dengan demikian segala sesuatu yang belum terdapat dalam Al-Quran dan Al-hadis, hukumnya ‘deserahkan’ kepada ulama untuk bahan ijtihad, mencari hukum yang sesuai dengan keadaan dan maslahat bagi masyarakat setempat. Bukan malah di jauhi dan diklaim bid’ah, karena mengada-ada yang tidak di temukan dalam Al-Qur'an dan hadits. Orang-orang shaleh yang dimaksud adalah ulama-ulama mujtahidin yang mempunyai kompetensi keilmuan yang mumpuni.

H Fadlolan Musyaffa’ Mu’thi, MA
Rais Syuriyah PCNU Mesir

Adat atau Tradisi dalam Beribadah (3-habis)
09/02/2010
Dalam berijtihad masing-masing ulama mempunyai blue print yang berbeda. Namun, secara substansial, para ulama tetap melandaskan ijtihad kepada dasar-dasar yang telah digariskan oleh Al-Qur’an dan Al-Hadis.

Dalam hal tidak adanya legimitasi syara’, amalan-amalan yang tidak dijalankan atau bahkan ditinggalkan Rasulullah SAW tidak berarti otomatis dilarang, baik bersifat makruh atau haram. Coba kita menerungi sejenak fenomena kontemporer yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari dan beberapa riwayat tentang kehidupan Nabi berikut ini:

Di era global yang serba canggih ini, kita tentu menemukan banyak sekali hal-hal baru yang belum pernah terjadi pada zaman Rasulullah SAW, sahabat tabi’in atau bahkan tabi’it tabi’in. Apakah kemudian kita akan mengatakan bahwa semua yang belum pernah ada pada zaman mereka harus kita tinggalkan?

Kalau kita katakan bahwa sesuatu yang ditinggalkan Rasulullah SAW harus kita tinggalkan juga, berada juta hal ‘haram’ yang sudah kita lakukan, baik dari segi ibadah ataupun non-ibadah? Misalnya, pada zaman Rasulullah SAW, fenomena shalat tarawih tidak dikemas seperti yang sekarang kita lihat di masjidil haram. Pelaksanaan shalat tarawih di sana sekarang kita lihat menggunakan sesuatu yang serba elektronik; pengeras suara, listrik, pendingin ruangan (AC), dan lain-lain.

Contoh lain pada sisi non-ibadah. Bukanlah Rasulullah SAW terkenal dengan kesahajaan dan kesederhanaannya? Beliau tidak baju mahal dan elegan. Sekarang, berapa ratus juta muslim di dunia yang mengenakan baju-baju bermerk? Apakah akan kita katakan juga bahwa itu sebuah perilaku haram yang telah manjadi budaya? Tentu saja tidak.

Kalau kita cermati dalil-dalil baik dari Al-Quran dan Al Hadis, pendapat ulama tampak sekali bahwa Allah SWT tidak pernah menghitamputihkan legimitasi sebuah hukum. Silahkan kita kaji persoalan yang ada sesuai dengan kaidah-kaidah fikih yang telah ditetapkan semenjak lama. Jadi, janganlah kita membelanggu diri dalam beragama dengan mengharamkan semua persoalan-persoalan yang belum dilegimitasi syara’.

Marilah kita telisik beberapa sebab; kenapa Rasulullah SAW meninggalkan perkara tertentu? Apakah seluruhnya karena diharamkan Allah SWT atau karena alasan tertentu, misalnya Rasulullah SAW tak mau makan makanan tertentu karena memang tak selera dan sama sekali bukan karena haram –seperti orang Indonesia disuruh makanan mukhalil (makanan khas Mesir) yang agak gimana gitu rasanya. Mari kita perhatikan beberapa riwayat berikut ini:

a. Adakalanya, Rasulullah SAW meninggalkan sesuatu karena hal itu belum pernah ia makan atau mencicipi sebelumnya. Maka ketika dihidangkan dihadapinya dan dipersilahkan untuk dimakan beliau tak berselera. Misalnya tentang penolakan Rasulullah SAW makan daging dhab (nama binatang). Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Abbas RA.

b. Adakalanya, Rasulullah SAW meninggalkan sesuatu karena beliau terlupa. Hal ini pernah terjadi dalam kasus Rasulullah SAW lupa melakukan sujud sahwi sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud RA.

c. Adalakanya, Rasulullah SAW meninggalkan sesuatu dikarenakan beliau takut –jika itu dilakukan secara terus-menerus umat akan menyangka bahwa aktifitas Rasulullah SAW itu sebuah kewajiban- yang harus dikerjakan umatnya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah melakukan jamaah sholat taraweh hanya 4 (empat) kali di bulan Ramadhan. Lainnya beliau lakukan sendiri di rumah.

Dan masih banyak lagi hal-hal yang ditinggalkan Rasulullah SAW yang tidak karena diharamkan Allah, tapi lebih karena, misalnya lupa, khawatir atau tak selera karena tak terbiasa.

Olah karena itu merilah kita tunaikan ibadah ajaran-ajaran Islam secara proporsional. Hal-hal yang sudah jelas-jelas wajib, harus ditunaikan yang haram, harus ditinggalkan; yang sunah lebih utama ditunaikan dan yang makhruh lebih baik ditinggalkan; yang mubah boleh ditunaikan dan boleh di tinggalkan. Ketentuan tentang ini semua telah diatur secara rapi dalam Al-Qur’an, Al-Hadis dan ketentuan-ketentuan detil yang dihasilkan dari ijtihad para ulama.

Sedangkan fenomena-fenomena baru, yang belum mendapatkan legimitasi hukum dari Al-Qur’an atau Al-hadis hukumnya mubah. Artinya, tidak diperintahkan dan tidak dilarang. Lantas bagaimana ? Hukumnya diserahkan kepada maslahat manusia. Jika hal itu memberikan implikasi positif, maka dianjurkan. Sebaiknya, jika memberikan implikasi negatif, maka dilarang. Dalam hal ini dikembalikan kepada ijtihad ulama yang berkompeten dan beberapa ulama mengkatagorikan hal ini sebagai tindakan bid’ah yang hasanah atau hal baru yang baik.

H Fadlolan Musyaffa’ Mu’thi, MA
Rais Syuriyah PCNU Mesir

Selasa, 24 Agustus 2010

SUMARAH

RADEN NGABEHI SOEKINOHARTONO PEMBIMBING SUFI JAWA DARI YOGYAKARTA JAWA TENGAH INDONESIA
Raden Ngabehi Soekinohartono adalah salah satu Pembimbing dan Pendamping Sufi Jawa. Beliau dilahirkan di desa Munggi, Kapanewon Semawu, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta pada tanggal 26 malem 27 Desember 1897 dari keluarga Raden Wirowedono. Pak Kino meninggal dunia pada tanggal 25 Maret 1971 di Wirobrajan VII/158 dan dimakamkan di Pemakaman Kuncen Yogyakarta.
Pencerahan Raden Ngabehi Soekinohartono mulai diterima dari Allah SWT pada tanggal 08 September 1935 pukul 03.00 WIB, setelah beliau ikut serta secara sendirian berserah diri total hanya kepada Allah SWT, memohonkan Kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia yang pada waktu itu sedang berada di bawah penjajahan Bangsa Belanda, dengan tugas menyebarkan dan membimbing Iman Tauhid atau Iman Bulat 100% hanya kepada Allah SWT saja.
Pada tanggal 04 Juli 1937 Raden Ngabehi Soekinohartono menerima Pencerahan untuk mulai melaksanakan tugas menyebarkan dan membimbing Iman Tauhid atau Iman Bulat 100% hanya kepada Allah SWT saja. Mulai itulah Pak Kino melaksanakan tugasnya membimbing Sufi-Sufi Jawa Pak Suhardo, Pak Hardjoguno, Pak Sastrosudjono, Pak M. Nirman Rogoatmodjo, Pak Prawiroatmodjo, Pak Dwidjowijoto, dan seterusnya.
Pada tanggal 01 Juli 1949 Raden Ngabehi Soekinohartono menerima Pencerahan untuk memberikan bimbingan-bimbingan, pedoman-pedoman Iman Tauhid atau Iman Bulat 100% hanya kepada Allah SWT berwujud Wewarah-Wewarah kepada para Sufi Jawa yang terpanggil untuk ikut menapaki Jalan Spiritualnya.
SUMARAH
Sumarah adalah Sikap Batin setiap orang beriman.
Orang beriman adalah orang yang sepenuhnya mengabdi dan berserah diri total hanya kepada Allah saja, bukan kepada selainnya Allah, seperti kepada diri sendiri, uang, harta, kekayaan, pangkat, karier, martabat, status sosial, pimpinan, jimat, pusaka, hobby, kenikmatan hawanafsu, dan lain sebagainya.

Untuk melatih Sikap Batin Sumarah tersebut secara intensif ada Laku-Laku yang dapat dilakukan, yaitu Laku Sujud, Laku Spiritual, dan Laku Sosial.

LAKU SUJUD I
1. Ambillah sikap sujud yang santai rileks, dapat duduk, dapat tiduran
telentang, dapat berdiri, dapat bersila di lantai, bebas menghadap
ke arah mana saja, bebas di mana saja, dan bebas kapan saja
2. Kendorkan seluruh tubuh, jangan ada yang tegang.
3. Tariklah napas teratur dengan biasa saja, jangan terlalu cepat juga
jangan terlalu lambat.
4. Kosongkan semua pikiran yang melintas di dalam benak anda.
5. Sebutlah Asma Allah "ALLAH" di dalam hati seiring dengan
pernapasan anda dengan perhatian diarahkan ke dalam dada
tempat roh berada.
6 Lakukanlah sujud tersebut di dalam waktu kurang lebih 15 menit
setiap hari, dapat pagi hari, sore hari, malam hari atau siang hari,
kapan pun saja, dan di mana pun saja, semakin sering semakin baik,
sambil menata Sikap Batin berserah diri sepenuhnya kepada Allah
SWT, sepenuh-penuhnya terserah Ridha dari Allah SWT.

7. Lakukanlah latihan sujud tersebut setiap hari sampai dapat
melakukannya sepanjang waktu dengan hati yang bersih, ridha,
ikhlas, penuh penyerahan diri kepada ALLAH.
8. Lakukanlah ibadah harian anda menurut Agama anda masing-
masing dengan murni, ridha, dan ikhlas hanya untuk mengabdi dan
memuliakan Allah semata tidak supaya masuk surga atau terhindar
dari api neraka atau tidak supaya ini dan itu

LAKU SUJUD II
Menyerahkan jiwa raga sepenuhnya kepada Kehendak Allah SWT.

LAKU SUJUD III
Sepanjang waktu di dalam kondisi berserah diri total hanya kepada Allah SWT semata, hidup benar-benar di dalam Kehendak Allah SWT sepanjang waktu sepanjang hari dan sepanjang hidup seluruhnya.

LAKU SPIRITUAL
1. Jujur
2. Sabar
3. Tawakal
4. Ikhlas
5. Ridha
6. Murni
7. Berserah diri total hanya kepada Allah SWT saja.
8. Waspada terhadap semua gerak hawanafsu, seperti marah, kecewa, senang dipuji, dendam, sakit hati, bangga, sombong, kikir, cabul, senang akan kenikmatan seksual, kenikmatan makan, kenikmatan-kenikmatan hidup lainnya, merasa pandai, merasa lebih kaya, merasa lebih suci, merasa lebih terhormat, licik, munafik, pura-pura, mudah tersinggung, mementingkan kepentingan diri sendiri, dan lain sebagainya, dan kemudian berusaha sedapat mungkin mengeliminasinya.


LAKU SOSIAL
1. Selalu jujur kepada siapa pun saja.
2. Penuh kasih kepada sesama siapa pun saja tidak membeda-bedakan
status sosial, kaya-miskin, pangkat, martabat, dan sebagainya.
3. Membantu sesama yang berada di dalam kesulitan, sakit, musibah,
penderitaan.
4. Memberikan bantuan uang atau apa saja secara ikhlas dan murni
kepada sesama yang sangat membutuhkan tanpa mengharapkan
kembali.
5. Menghargai dan menghormati sesama tanpa pandang bulu, tidak
membeda-bedakan.
6. Tidak mencela sesama
7. Tidak memuji sesama
8. Tidak membenarkan sesama
9. Tidak menyalahkan sesama
10. Menerima sesama apa adanya tanpa penilaian baik buruk benar
salah kaya miskin hina mulia.
11. Selalu menghindari perdebatan
12. Selalu menghindari pertengkaran
13. Senang hidup tenang dan damai
14. Tidak fanatik pada pendapatnya sendiri

UJIAN DI DALAM HIDUP
SETIAP ORANG YANG DENGAN TEKAD BULAT, IMAN BULAT, DAN BERSERAH DIRI TOTAL HANYA KEPADA ALLAH SWT SAJA AKAN MENDAPATKAN LATIHAN SECARA INTENSIF DARI ALLAH SWT SENDIRI UNTUK SEMAKIN MENINGKATKAN KESUCIANNYA SEHINGGA NANTINYA DIPERKENANKAN SEMAKIN SEMPURNA HIDUPNYA SEBAGAI MANUSIA DAN DIPERKENANKAN SAMPAI PADA KESEMPURNAAN HIDUP DALAM KASIH ALLAH YANG MAHASEMPURNA DAN YANG MAHATAKTERHINGGA.
Latihan tersebut biasanya berupa sakit, masalah, penderitaan, difitnah, dijahati, dibenci, kesulitan ekonomi, dan lain sebagainya sesuai dengan kekuatan masing-masing.

GOLEK BANYU APIKULAN WARIH GOLEK GENI ADEDAMAR
Golek banyu apikulam warih, golek geni adedamar artinya mencari air dengan pikulan dari air, mencari api dengan lampu minyak. Nasihat itu diberikan oleh para Leluhur kita untuk memberikan pelajarankepada kita bahwa apabila kita mau mendekatkan diri kepada Allah SWT atau mengabdi Allah SWT atau menyembah Allah SWT haruslah dengan Terang Bimbingan Allah SWT juga karena tidak mungkinlah bagi makhluk ciptaan untuk mendekatkan diri kepada Sang Penciptanya dengan kekuatan serta usahanya sendiri.
Jalan satu-satunya untuk mendapatkan ridha Terang Bimbingan Allah SWT hanyalah dengan berserah diri total atau sumarah kepada-NYA. Tidak ada jalan lain. Tidak ada jalan lain. Tidak ada jalan lain.
Berserah diri total atau sumarah kepada Allah SWT itu adalah sikap batin setiap orang beriman
WEWARAH RADEN NGABEHI SOEKINOHARTONO
Tindak-tanduk kita miturut Hukum Illahi, ingkang garis pokokipun kados ing ngandhap punika:
1. Raga, tumindakipun raga kedah mengku kasusilan, tata lan tertib, jujur, ugi mboten tumindak maksiyatan. Pangudi punika dipun wastani "NGUDI SUCINING RAGA"
2. Swara, swara tegesipun pangandika. Sadaya pangandika kedah mujudaken pangandikan ingkang nyata, manis, saha migunani utawi maedahi, ingkang nuju dhumateng karahayon. Pangudi punika dipun wastani "NGUDI SUCINING RAGA"
3. Rasa, salebetipun raos kedah mboten wonten raos mbedak-bedakaken, upaminipun rumaos langkung lebda ing ngelmi tinimbang sadherek sanesipun, rumaos langkung pinter, lan sapanunggilanipun. Ingkang wonten namung Raos Kumawula ing Gusti, tegesipun namung ngrumaosi manawi sami-sami dados kawulaning Allah. Pangudi punika dipun wastani "NGUDI SUCINING RASA"
KINANTHI
1. Sucining raga punika, wujude tata lan tertib, tindak tanduk solah bawa, susila lan tata krami, manut kukuming bebrayan, kang tumuju mring basuki.
2. Sucining swara puniku, ana waton tri prakawis, sepisan nywara kang nyata, kapindho nyuwara manis, dene kaping tiganira, nyuwara kang migunani.
3. Yen suwaramu tan lugu, dhemen peprengesan sami, utawa isi fitnahan, iku bakal mbebayani, tumrap dhirimu priyangga, ana akibatireki.
4. Sucining rasa puniku, perlu banget den parsudi, jer raos iku sanyata, dadi tumpakanireki, tumpakaning jiwanira, kang arsa bali mring suci.
5. Yen rasanira wus mujud, kumpul lan ngen-angeneki, mahanani jiwanira, kang bakal amujud suci.
6. Marmane kudu padha wruh, lan kudu padha satiti, aja dhemen migunakna, tumraping rasanireki, kanggo ngrasani mring liyan, nyenyatur alanireki.
( Latihan E Tanggal 8 Maret 1958 )
WEWARAH RADEN NGABEHI SOEKIMOHARTONO
# Perwujudan suci adalah mengakui berada di dalam Kuasa Allah SWT yang meliputi dan melingkupi kita, menyerahkan seluruh jiwa-raga di dalam Kolbu, itulah suci namanya.

WUJUDING SUCI IKU, ANGAKONI KAWENGKU GUSTI, MASRAHKE JIWA RAGA, NENG JRONING KOLBU, IKU SUCI ARANIRA
WEWARAH RADEN NGABEHI SOEKINOHARTONO
# Menjalani Ilmu Suci itu sulit apabila belum mengetahui, tetapi mudah apabila sudah mengetahui makna kata-kata "kesampar kesandung", yaitu perwujudan Ilmu tersebut sebenarnya sudah terpampang di depan kita, hanya saja jarang orang yang dapat mengerti, apabila tidak mendapatkan Pencerahan dari Allah SWT. Yang demikian itu haruslah dapat mengerti bahwa hidup di dunia ini sebenarnya tujuannya hanyalah untuk semakin menyempurnakan Ilmu Suci kita, supaya dapat kembali selalu tetap suci, kembali ke asal=usul kita, kembali ke sangkan-paran kita, itu haruslah engkau usahakan. Yang belum mengerti, cukuplah hanya tetap beriman yang teguh sentosa. Jadi hidup di dunia ini jangan sampai memanjakan keserakahan, memanjakan hawanafsu, yang sangat penting hanyalah haruslah tahu, kuwajiban kita bersembah sujud kepada Allah SWT. Pertama haruslah berusaha supaya jiwanya selalu suci. Kedua menurunkan keturunan supaya dapat tetap mewujudkan Ilmu yang Sejati ke masyarakat luas. Ketiga mencari makan untuk sarat hidup di dunia. Hal Hukum Khaqnya untuk bekal sujud. Pada umumnya menetapi kuwajiban sebagai kepala keluarga haruslah dapat mewujudkan ketentraman keluarganya, jangan sampai hidup nista, berusahalah mencapai keutamaan, cara kita mencari makan haruslah melalui jalan yang halal supaya selamat semuanya. Itulah Ilmu Suci. Jangan sampai kita malas bekerja. Itu keliru sekali. Kita tetap harus bekerja. Itulah yang dikehendaki oleh Allah SWT untuk mencapai kesejahteraan. Keempat yang tetap suci. Kepada sesma haruslah penuh dengan Kasih Sayang, karena kenyataannya semua berasal dari satu asal-usul, lahir dan batin haruslah tetap satu, jangan sampai bertengkar, hanya tetap mengabdi kepada Allah SWT. Apabila tidak sama, pertama berasal dari pendidikan, kedua berasal dari bimbingan yang menyimpang dari Kehendak Allah SWT.

Marmanira para umat sami, tataraning ngudi ngilmu ika, angel kelakone, yeku yen durung weruh, dene gampang kalamun wus ngerti tembung kasampar kasandhung, blegering kang ngilmu, wujude wus gumelarnanging arang wong kang bisa mangerti, yen tan kawahyon ing Allah. Kang kadyeku kudu ngerti, lugunira urip neng ndonya, iku mono perlune, nyampurnakne ngilminipun, kanggo mulih mring tetep suci, ing asal-usulira, sangkan paranipun, iku padha den ungseda, iku ingkang durung ngerti, mung padha tetep Iman. Dadi urip neng ndonya iki, ora kena nguja ing kamurkan, nguja hawa napsune, kang perlu kudu weruh, wajibira manembah kuwi, sepisan nedya marna, suci jiwanipun, kapindho nurunke umat kanggo mujud tetepe ngilmu jati, ngarsaning umum ika. Kaping tiga ngupa boga sami, kanggo sarat urip aneng ndonya, mungguh kukuming Khaqe, kanggo sangu sujud, umumira netepi wajib, dadi kepala somah, kudu bisa mujud, gawe tentreming brayat, aja kongsi padha nandhang nistip, nggayuha mring utama. Denta ngudi ngupa boga sami, kudu amung metu dalan kalal, supaya slamet kabehe, iku babaring ngilmu, aja kongsi sira ngawaki, kesed sungkan makarya iku apan kliru, ingkang tetep kudu nggauta, iku ingkang kinarsan ing Gusti, kanggo ngudi karaharjan. Kaping papat kang tetep suci, marang kekadang dhasarnya, sih tresna ing batine, wit mungguh nyatanipun, padha nunggal asal-usulneki, ing lahir miwah batinnya, tetep nunggal iku, mung iku kahananira, aja kongsi dhemen sulayeng kardi, tetepe mung ngawula. Tandukira mring umum sami, batinira akekadang, lahire padha anane, yuwana ananipun, lamun sira tetep nglakoni, yen nunggal purwanira, dene nyatanipun, sapisan saka dhidhikan, kaping pindho saka tuntunan kang nisih, temahan nora padha.
WEWARAH RADEN NGABEHI SOEKINOHARTONO
# Hamrih suci kabeh laku kang titi,
nadyan tindak-tanduk lan pangucap, kudu kokpikir becike, murih tetep rahayu,aja kongsi nyedha mring sesami,rasakna ingkang nyata, babaring ngilmu, ing lahir-batinira, supaya tetep yen Allah iku yekti, amberkahi marang sira.
WEWARAH RADEN NGABEHI SOEKINOHARTONO
# godha ing sajroning Laku
yen tuntunane kliru,
kagawa ing Ati Batal,
bisa mbabar tutur, tuture angandhar-andhar,
iku kaya wujud yekti,
nanging bakal kesasar.
Niti-niti lakuning wong urip, kaya-kaya nyata-nyataa,
nanging bingung atine dhewe, awit durung weruh, dunungira ing ngendi-endi, kang kacetha ing Kitab-Kitab, utawa buku-buku,
wawasan ngandhar-andhar,
dianggepa yen pancen wong wasis, tur dadi Dwijawara.
Iku nora ngerti Dat kang Suci, ingkang nuju ing murnining jiwa.
# Mung kudu ngerti sira, gawate wong ngudi ngilmi, yen kongsi kathukulan, ati pandhaku yekti, rumangsa yen luwih suci, tinimbang lan kancanipun, iku begalan.

# LUHURING BANGSA INDONESIA, MARGA PADHA ANANDHANG IMAN,
MUJUD BEBRAYAN KANG RAHARJA, TATA TENTREM WUJUDIRA.
# IKU POMA PADHA ELINGA SAMYA, LELAKONMU MADHEP MARANG ALLAH IKA, LAMUN ORA AWAS DENIRA IMAN, BAKAL KAGONDHOL ING ATI SETAN, RUMANGSA WIS DADI PANUNTUN SUCI, MUJUD ING KHAQ.
# KALAMPAHANIPUN SAGED NGAWULA, INGGIH NAMUNG SAKING SUJUD.
# IKU PEPALANG YEKTI ORA SUJUD KANG TUMATA
SOK KALA-KALA MEMIKIR, LAN SOK NGAMBRA-AMBRA

# Sabenere Khaqing Iman, lakune kudu tata tetep ngabekti, iku marganing rahayu, larasna lan tekadira, nedya ngidhep ngarseng Hyang Mahagung, lerem tentrem lenggahira, aja sok sinambi memikir.
Iku Kukuming Ngilmu Khaq, majibi teteping Ngilmu Suci, rasakna ingkang tuhu, lan kulinakna padha, saben dina yen durung mujud, alon-alon dennya sujud, supaya lerem lan wening.
Iku latihane wong Iman, murih tetep atul eneng-ening, janjine tetep lugu, ngidhep ngarsaning Allah, Allah wis ngawuningani sadarum, apa ing karepira, kang mesthi den berkahi.
Mengkono wajibira, lakonana kelawan titi, yen wis tetep wujud Suhul, ing kono binerkahan, bisa ngerti wajibul wujud, babaring uripira, neng ndonya tuwin neng ngakir.
Semono murahing Allah, tuwin asih mring umat sami, kang tetep Iman tuhu, lakune ora suminggah, abot-entheng wania manggul, nora ngucira ing tekad, yeku Wong Iman jati.
Nyata lakoning Khaqira, lakoning neng ndonya tuwin neng ngakir, bisa gawang-gawang weruh, garis-garise kang nyata, saka murah asihe Hyang Mahagung, mring umat kang padha Iman, marma kudu ingkang yekti.

# Karena engkau sudah mengetahui, semua hal yang menghalang-halangi, tenanglah hatimu, hanya berserah diri total hanya kepada Allah SWT saja.
SAREHNE SIRA WUS WERUH, BAB-BAB KANG NGALANG-ALANGI, PADHA TENTREM ATINIRA, MUNG SUMARAH MARING GUSTI.
# SAREHNE SIRA WUS WERUH, BAB-BAB KANG NGALANG-ALANGI, PADHA TENTREM ATINIRA, MUNG SUMARAH MARING GUSTI,
AJA DHEMEN PASULAYAN, KANG MUNG MARGA SAKA PIKIR

# Allah itu yang tetap Mahakuasa.
Allah tidak memperkenankan umat-Nya yang beriman dirusak oleh orang lain. Allah pasti melindungi umat-Nya yang beriman.
Dari sebab itu, Imanmu kepada Allah SWT yang tetap teguh, jangan sampai mendua.
Hanya Allahlah yang harus engkau abdi. Itulah yang akan menyelamatkan hidupmu, tidak akan sampai dapat dirusak oleh Iblis.
Jangan lupa berlindunglah kepada Allah SWT.
Allah iku kang tetep Mahakuwasa, tan marengna maring umat, kang Iman rinusak ing liyan, iku bakal ingayoman.
Marmanira, Imanmu maring Allah kng tetep, aja kongsi mangro tingal, amung Allah Pangeranta, iku ingkang njaga slameting raganta, nora bakal kena den rusak ing laknat, aja lali angayoma.
# Supaya dapat suci, harus mengurangi berkembangnya hawanafsu, terwujud di dalam sujud yang dinamakan Sumarah, melatih jiwa dan raga, supaya dapat tenang dan tenteram, mewujudkan berserah diri total kepada Allah SWT atau sumarah.
Supaya dapat mencapai mewujud sumarah itu tidaklah mudah.
Daya perbawanya Hati Setan atau Hati Batal itu lebih dahsyat.
Sipat Hati Setan atau Hati Batal itu selalu tenggelam di dalam keindahan alam dunia, menggebu-gebu, tidak pernah merasa puas, selalu mempengaruhi sedikit demi sedikit supaya dapat tercapai keinginannya yang tertuju pada kemuliaan hidup di dunia.

Bisane suci, nyenyuda tumangkare hawanafsu, maujud ana sujud diarani Sumarah, mamardi jiwa lan raga, bisane lerem lan tentrem, maujud sumarah.
Wong kang bisa mujud sumarah iku ora gampang.
Daya prabawaning Ati Batal luwih hebat.
Mangka mungguh kang dadi wewatakaning Ati Batal iku marga kerem marang kaendahaning alam, lan ngangsa-angsa, ora ngrasa marem, mesthi anggremet ngudi bisa katekan ing sedyane kang nuju marang kamulyan ing ngalam donya.
# Perjalanan orang hidup haruslah berhati-hati, jangan sampai memanjakan hawanafsu itu pengganggu perjalanan, yang tetap menjalani laku yang jujur, hanya berpusat pada Iman, supaya bisa suci.
Lakone wong urip ika, mulane kudu dingati-ati, aja ngumbar hawanafsu iku begalaning lampah, ingkang tetep mujud laku kang jujur, arahe mung Imanira, supaya bisa suci.
# Sujud yang benar hanya di dalam Sanubari
Sujud ingkang leres namung wonten ing Sanubari.
# Wujud dari Hukum Ilmu Suci tidaklah mudah ringan untuk menjalaninya sangat gawat sekali apabila engkau sampai mempunyai pamrih, memanjakan nafsumu, tempatnya sudah ada,
apabila engkau bertekad menjadi suci, tempatmu juga sudah ada.

Iku wujudira, Kukuming Ilmu Suci ora entheng sangganira gawate kepati-pati yen sira kongsi pamrih, anguja napsumu, papane pan wis ana, yen sira nedya suci, dunungira uga wis ana.
# Sengsara senang bagi orang yang sedang menjalani Ilmu Suci
janganlah menggerutu, teguhlah tekadmu, menjalani Iman yang Suci, sujudlah di dalam bimbingan Khaq di dalam Sanubarimu,
itulah sesungguhnya orang yang beriman, yang murni mengabdi kepada Allah yang Mahaesa.

Lara penak tumraping pangudi aja padha angresula,pasrahna ing Allah, rahayu tekadmu, mardi Iman ingkang suci, lenggah ing Khaqira, neng Sanubarimu, iku teteping wong Iman, ingkang lugu rumangsa anggusti ing Allah kang Mahaesa.


# Tetaplah sujud dengan baik jangan suka bohong
itulah jalan menuju meninggal dengan sempurna, menjalani Iman, dengan Suhul, apa saja yang engkau rasakan, tetaplah di dalam Sanubari, itulah jalan yang utama, jalanilah dengan tertib, tenang, sabar, dengan perlahan-lahan, janganlah tergesa-gesa hatimu, yang perlu hanyalah sujud, tetaplah sujud dengan baik dan benar, terasa di dalam dada.

Tetep tata lenggah kang tumata, aywa kongsi goroh, lan iku ingkang mujud dedalane mring kasidan jati, ngawaki Iman ika, teteping Suhul, apa bae kang kok rasa, tetep ana jro Sanubari, yeku marga utama.
Lakonana kalawan tertib, sareh, sabar, kanthi lon-alonan, aja kesusu atine, kang perlu amung sujud, tetep tata lenggahe, rinasa jroning dhadha.
KUTIPAN SESANGGEMAN
• Sanggem tansah enget dhateng Allah, sumingkir saking raos pandaku, kumingsun, pitados dhateng kasunyatan saha sujud sumarah ing Allah.
• Marsudi sarasing sarira, tentreming panggalih saha sucining Rohipun, mekaten ugi ngutamekaken watakipun, dalah muna-muni tuwin tindak-tandukipun.
• Ngraketaken pasedherekan adhedhasar rasa sih.
• Sanggem tumindak saha makarti, anjembaraken wajibing ngagesang, sarta anggatosaken preluning bebrayan umum, netepi wajibing Warga Negara, tumuju dhateng kamulyan saha kaluhuran, ingkang mahanani tata tentreming jagad raya.
• Sanggem tumindak leres, ngestokaken Angger-Angger Nagari tuwin ngaosi ing sasami, mboten nacat kawruhing liyan, malah tumindak kanthi sih, murih sadaya golongan, para ahli kebatosan tuwin sadaya Agami saged nunggil gegayuhan.
• Sumingkir saking pandamel awon, maksiyat, jahil, drengki, lan sasaminipun. Sadaya tindak tuwin pangandika sarwa prasaja sarta nyata, kanthi sabar saha titi, mboten kesesa, mboten sumengka.
• Taberi ngudi jembaring seserepan lahir batos.
• Boten fanatik, namung pitados dhateng kasunyatan, ingkang tundhonipun murakabi dhateng bebrayan umum.

SUMBER : SUMARAH
tempat persinggahan jiwa-jiwa yang sedang di dalam perjalanan mengabdi dan berserah diri total hanya kepada ALLAH SWT Alamat : PADEPOKAN SUMARAH Jalan Minakkuncar 21, Telpon 0351 - 461441, HP +685815744882 Winongo, Manguharjo, Madiun 63126 Jawa Timur INDONESIA e-mail: gjiskarjanto@yahoo.co.id

Sungging

golekduit.2@gmail.com